Walt Disney dianggap sebagai pelopor seni animasi yang menyajikan kita karakter mulai dari Miki Tikus, Donal Bebek, Paman Gober, dll. Namun, selain tokoh-tokoh kartun nan lucu itu, Disney juga menyuguhkan kita film-film animasi panjang (feature length animation) hasil kreasi keajaban tangan-tangan animatornya.
Syahdan, mulai 1995, Disney merilis Toy Story yang dibuat Pixar. Sejak itu era keemasan animasi komputer dimulai. Sejak Toy Story, lebih banyak film animasi yang dibuat dengan komputer ketimbang gambar tangan.
Nah, menengok puncak box office dua pekan terakhir, ada fenomena menarik. Film animasi gambar tangan alias animasi tradisional The Lion King, yang aslinya rilis 1994, dirilis ulang dalam format 3D. Hasilnya, selama 2 pekan The Lion King (3D) merajai puncak box office mengalahkan film-film yang dibintangi Brad Pitt, Morgan Freeman, maupun Robert DeNiro.
Memperingati
kembalinya kedigdayaan animasi tradisional Walt Disney di puncak box
office, kami merating 10 film animasi tradisional Disney yang menurut
kami terbaik.
1. Pocahontas, 1995
Sepanjang
sejarahnya, Walt Disney melahirkan para putri-putri ikonik dengan
dandanan khas mereka: cantik, kulit putih dengan rok mengembang. Karena
seringnya Disney memberi gambaran putri cantik berkulit putih, banyak
yang menganggapnya melanggenggakan hegemoni kulit putih atas kulit lain.
Gambaran cantik seorang putri versi Disney dianggap sebagai gambaran
ideal. Selain versi Disney, dianggap tidak cantik. Disney kemudian sadar
atas kritik itu.
Setelah
berkali-kali mengangkat kisah dongeng Barat, Disney beralih ke cerita
yang mengangkat kaum minoritas sebagai tokoh utamanya. Pocahontas, rilis
1996, menggambarkan sosok putri dari suku Indian, kaum minoritas di
Amerika Serikat. Tentu, putri Pocahontas tidak berkulit putih ataupun
mengenakan korset dan rok yang mengembang. Kisah pertemuan orang kulit
putih dengan kulit berwarna di tanah Amerika ini dianggap medium yang
pas untuk menjelaskan perbedaan dan toleransi. O ya, Anda menonton
Avatar karya James Cameron tempo hari? Ada kemiripan kisahnya dengan
Pocahontas, bukan?
2. The Little Mermaid, 1989
Selama
dua puluh tahun setelah kematian Walt Disney, studio film itu mencapai
titik membosankan. Film-film animasinya tak lagi pas disebut klasik.
Pena animator Disney sedang tumpul setelah ditinggal penciptanya.
Syahdan, ketika Disney ditangani Jeffrey Katzenberg (sekarang bos
DreamWorks) Disney bangkit. Film ini menandai kebangkitan kembali
Disney.
Studio
itu mengali dongeng klasik Barat dan menemukan kisah putri duyung karya
Hans Christian Andersen untuk ditafsir ulang, diceritakan kembali bagi
penonton generasi sekarang. Hasilnya, Disney menemukan formula klasik
yang kemudian jadi pegangannya selama betahun-tahun untuk membuat film
animasi: cerita dongeng yang ringan, paduan desain klasik dan
kontemporer, serta sajian lagu-lagu pop yang bakal disuka semua usia,
tua dan muda.
3. Cinderella, 1950
Salah
satu kehebatan film animasi Disney adalah ketika Disney mengangkat
cerita dongeng, orang mengira versi Disney adalah versi asli dongeng
tersebut. Bahkan, banyak yang mengenal cerita dongeng pertama kali dari
versi yang dibuat Disney. Begitu pula yang terjadi pada dongeng
Cinderella. Kebanyakan orang tak tahu seperti apa cerita aslinya kecuali
yang disajikan Disney.
Kisah
anak tiri yang disiksa ibu dan saudara tirinya itu, serta kemudian
datang ke pesta dansa bertemu sang pangeran, lalu meninggalkan sepatu
kacanya tak lekang dimakan waktu meski sudah ditonton berkali-kali.
Lebih dari 60 tahun, Cinderalla versi Disney telah mengisi narasi warga
bumi atas kisah klasik itu di setiap generasi. Tak heran, kita kemudian
percaya kalau cerita Cinderella ya yang versi Disney. Lainnya hanya
adaptasi. Sayang memang, tapi mau bagaimana lagi.
4. The Lion King, 1994
Film
animasi ini dianggap menjiplak cerita Kimba The White Lion karya
pelopor manga-anime Jepang, Osamu Tezuka. Memang susah untuk tidak
menganggapnya demikian. Namun, bukan berarti The Lion King tak
berkualitas. The Lion King adalah animasi dengan kualitas layaknya film
epik. Kisahnya pun terasa terlalu dewasa untuk ditonton anak-anak.
Bahkan ada nuansa tragedi Shakespeare di dalamnya.
Seekor
singa pewaris tahta disalahkan atas kematian ayahnya, lalu pamannya
yang jahat—otak sesungguhnya yang menyebabkan kematian itu—mengambil
alih kekuasaan. Sang singa kemudian terusir dan hidup bebas hingga ia
harus kembali lagi merebut tahtanya dan menemui takdirnya sebagai
penguasa rimba. The Lion King tak hanya berisi tingkah kartun nan lucu
maupun lagu-lagu indah, tapi juga tentang kematian dan perebutan tahta.
5. Snow White and Seven Dwarfs, 1937
Ini
film animasi yang memulai segalanya. Ya, inilah film animasi panjang
pertama. Sekarang orang menganggapnya sebagai film animasi yang imut
tentang putri yang tinggal di hutan bersama kurcaci-kurcacinya. Padahal,
butuh pengorbanan besar bagi Walt Disney mewujudkan film animasi ini.
Film ini butuh waktu pembuatan 3 tahun, menghabiskan AS$ 1,5 juta,
hampir bikin perusahaannya bankrut.
Andai,
film ini flop, hampir pasti Disney bakal menutup studio animasinya.
Tapi, yang terjadi, Snow White jadi film paling sukses tahun 1938. Saat
pertama hadir, Snow White dianggap sebuah revolusi bagi film animasi
yang dimasa itu lebih berupa tontonan pendek lucu berisi gambar dan
musik. Snow White tak hanya lucu, tapi juga mengandung drama tragedi
Yunani di dalamnya. Saat Snow White makan apel beracun banyak anak-anak
masa itu ketakutan, menangis dalam bioskop.
6. Lady and the Tramp, 1955
Tentu,
saat menyebut film ini orang langsung teringat momen saat dua anjing
tengah duduk berdua menyantap spaghetti sambil mendengar lantunan lagu
“Bella Notte”. Ketika menyantap mie yang sama, dua sejoli berwujud
anjing, Lady dan Tramp tak sengaja berciuman. Momen itu dianggap sebagai
salah satu momen paling romantis sepanjang sejarah perfilman.
Tapi,
tahukah Anda, saat Walt Disney melihat porongan kasar adegan itu, ia
tak menyetujuinya. Untungnya ia berubah pikiran. Lady in the Tramp
diangap sebagai momen saat Disney kembali ke penceritaan sederhana tanpa
berambisi mengadaptasi novel atau dongeng populer. Hasilnya, Disney
tetap mampu memikat penonton semua umur dari setiap generasi. Ditonton
lagi, oleh generasi sekarang maupun yang akan datang, film ini tetap
memikat.
7. Tarzan, 1999
Tarzan
menjelang milenium baru versi Disney tidak hanya bergelantungan dari
pohon satu ke pohon lain, maupun berteriak kencang memanggil
binatang-binatang lain. Ia lebih sering bergerak lincah bak pohon adalah
papan luncur. Buat saya, meski dalam bentuk animasi, Disney mengisahkan
legenda Tarzan ke bentuknya paling mendekati aslinya.
Sosok
Tarzan yang diasuh kera sejak bayi—karena itu ia sering dijuluki
Manusia Kera—membuatnya memiliki bahasa tubuh bak kera. Tarzan,
misalnya, jarang terlihat berdiri tegak lurus, lebih sering bergerak tak
ubahnya simpanse. Di luar orisinalitas itu, Tarzan versi Disney adalah
kisah sempurna tentang pencarian jati diri anak manusia. Apalagi tabahan
musik-musik merdu Phil Collins, menjadikan film ini makin menawan.
8. Fantasia, 1940
Walt
Disney bukan penemu film animasi. Tapi, ia membawa teknologi sinema ini
ke ranah seni yang tak pernah digapai manusia lain sebelumnya. Salah
satu pencapaiannya adalah Fantasia. Ide dasar Fantasia sederhana saja:
ambil musik-musik klasik yang dikenal orang, dan padukan dengan
gambar-gambar animasi. Film ini kemudian dicatat, seperti dikutip
RottenTomatoes, sebagai sebuah landmark di bidang animasi yang
pengaruhnya terus terasa hingga kini. Lewat tokoh Miki Tikus yang
dikenal manusia sejagad, lewat film ini Disney meneguhkan posisinya tak
hanya sebagai sineas, tapi juga seniman.
9. Beauty and the Beast, 1991
Beauty
and the Beast adalah film animasi pertama yang bertengger dengan
terhormat di deretan nominasi Film Terbaik Academy Awards. Sebelumnya,
film ini menjadi film animasi pertama yang meraih gelar Film Terbaik
(Komedi atau Musikal) di ajang Golden Globes. Maka, kualitas film ini
tak perlu lagi dipertanyakan. Beauty and the Beast segera jadi klasik
sejajar dengan film-film klasik cerita putri Disney lain seperti Snow
White, Cinderella, maupun Sleeping Beauty.
Tentu,
bukan Disney pencipta dongeng si cantik dan si buruk rupaini, melainkan
dongeng Prancis karya Jeanne-Marie Leprince de Baumont. Namun, sentuhan
tangan dingin animator Disney mebuat kisah ini lebih dekat bagi warga
dunia. Tidak seperti karakter putri-putrinya terdahulu yang berpangku
tangan menanti pangeran tampan, Belle adalah seorang perempuan mandiri
(banyak yang menganggapnya karakter feminis). Belle rela berkorban
menggantikan ayahnya yang disandera makhluk buas. Belle juga kemudian
juga memenangkan hati sang makhluk buas itu dan mengubahnya jadi
pangeran tampan.
10. Pinocchio, 1940
Film
ini dipilih situs majalah Time sebagai nomor wahid dari 25 Film Animasi
Terbaik Sepanjang Masa. Kami setuju, makanya menempatkannya di posisi
puncak versi kami juga. Pinocchio, karya kedua Disney setelah Snow
White, diangkat dari novel karya Carlo Collodi tahun 1883, dicatat Time
telah memberi plot dasar pengisahan bagi film-film animasi lain
sesudahnya. Happy Feet, Kung Fu Panda, atau Tangled berutang pada
Pinocchio dari segi tema cerita.
Kisahnya
adalah sebuah cerita klasik coming-of-age film, kisah pencarian jati
diri. Kita mengikuti petualangan akbar Pinocchio, sesosok boneka kayu
ingin menjadi manusia: ia bertemu jangkrik, diculik, dimakan ikan paus,
hingga bertemu peri baik hati. O ya, siapa yang tak ingat pesan moral
film ini untuk jangan berbohong (kalau berbohong, hidungmu akan
memanjang), atau anak-anak nakal yang bernasib jadi keledai. Hebatnya
Disney, segala pesan moral itu tak terasa menggurui. Kita terhibur oleh
petualangan Pinocchio dan tak bosan menontonnya berkali-kali lagi.
http://asiktau.blogspot.com/2013/02/animasi-terbaik-10-film-tradisional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar